Minggu, 05 Juni 2011

Hakim Syarifuddin Diduga Terlibat Mafia

info mutakhir tentang
tidak selalu hal yang termudah untuk mencari. Untungnya, laporan ini mencakup
info terbaru yang tersedia.
JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Syarifudin, diduga merupakan bagian dari mafia peradilan di Indonesia. Beberapa kejanggalan terkait penempatan hakim asal Makassar tersebut diungkapkan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, Minggu (5/6/2011), di kantor ICW, Jakarta.

"Modus mafia peradilan bisa saja terjadi dalam kasus hakim. Fenomena hakim S ada catatan soal ini, dia terkait proses-proses sebelumnya. Kenapa hakim dari daerah bisa masuk ke pengadilan negeri di Jakarta? Ini bukan hal mudah," ungkap Febri.

Dikatakan Febri, Syarifuddin sebelumnya menjadi hakim di Makassar. Namun, baru beberapa waktu ini dipindahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat."Dari info yang kami temukan, hakim sulit masuk pengadilan di Jakarta. Apalagi, Hakim S yang punya record yang dipertanyakan saat di Makassar kenapa bisa masuk di PN Jakarta Pusat?" ujarnya.

Sejujurnya, satu-satunya perbedaan antara Anda dan para ahli
adalah waktu. Jika Anda akan menginvestasikan waktu sedikit lebih dalam membaca, Anda akan yang lebih dekat ke status ahli ketika datang ke
.

Di tahun 2009, Syarifuddin bahkan sempat diajukan sebagai hakim Tipikor karena memiliki sertifikat sebagai hakim tipikor. "Mahkamah Agung (MA) harus introspeksi bener nggak hakim-hakim tipikor dan sertifikasinya itu benar? Karena hakim S adalah seorang hakim bersertifikat hakim tipikor tapi buktinya korupsinya tetap jalan," ucap Febri.

Menurut Febri, praktek mafia tersebut tidak boleh terulang lagi karena hakim-hakim sudah mendapatkan remunerasi. Mafia peradilan, dikatakannya, bukan hanya terjadi pada tahap beracara saja tetapi juga soal penempatan, penunjukkan, promosi, hingga mutasi hakim.

"Seluruh hal ini merupakan PR serius bagi KPK, MA, dan KY," ucap Febri. KY berkewajiban dan harus memeriksa majelis hakim lainnya dan harus selidiki temuan tata persidangan Agusrin di mana hakim Syarifuddin menjadi ketua majelis hakimnya. "KY harus berpengaruh signifikan pada pembersihan peradilan," ungkap Febri.

Selain itu, melihat jumlah uang yang dimiliki hakim Syarifuddin, Febri menekankan bahwa KPK jangan hanya menerapkan undang-undang Tipikor dalam kasus Syarifuddin. "KPK bisa terapkan Undang-undang nomor 8 tahun 2010 tentang pencucian uang dalam kasus hakim S," kata Febri.

Dengan undang-undang pencucian uang, maka hakim memiliki cara untuk melakukan pembalikan pembuktian terhadap kekayaan yang dimiliki hakim Syarifuddin."Para terdakwa wajib membuktikan dari mana asal usul uang itu. Kalau tidak bisa dibuktikan, semua kekayaan hakim bisa dirampas negara. Ini kesempatan penting dan tentu saja harus bergandengan tangan dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK)," tandas Febri.

Sekarang Anda bisa menjadi ahli percaya diri pada
. OK, mungkin bukan pakar. Tapi Anda harus memiliki sesuatu untuk membawa ke meja waktu berikutnya Anda bergabung dengan diskusi tentang
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar