Minggu, 01 Mei 2011

Din Syamsudin: Pemerintah Membiarkan NII

Ketika Anda belajar tentang sesuatu yang baru, mudah merasa kewalahan oleh jumlah informasi relevan yang tersedia. Artikel informatif akan membantu Anda berfokus pada titik sentral.
BANDA ACEH, KOMPAS.com - Berkembangnya gerakan keagamaan seperti Negara Islam Indonesia (NII) belakangan terjadi karena adanya pembiaran yang dilakukan pemerintah . Pemerintah semestinya menindak tegas pelaku gerakan karena kecenderungan kriminal seperti mencuri, menipu, dan merampok sudah lama terjadi.

Namun, pemerintah diharapkan tetap sewajarnya dengan tak melegitimasi persoalan ini bagi merasuknya intelijen kepada urusan agamasecara berlebihan. Demikian disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin di Banda Aceh, Minggu (1/5/2011).

Menurut Din, kegiatan NII melalui pencucian otak, menyuruh pengikutnya untuk mencuri, merampok, selama ini tak mendapat tindakan tegasdari penegak hukum. Bahkan, NII jelas-jelas bertujuan mendirikan negara. Hal itu menandakan NII adalah organisasi makar. 

"Yang terjadi justru pembiaran. Bahkan, cenderung dipelihara. Sekarang pemerintah baru bergerak, yang sebetulnya terlambat karena korban sudah cukup banyak. Padahal, NII sudah ada sejak lama, sekitar tahun 1990-an,"ujar dia.

Dalam Islam, lanjut dia, mendirikan negara Islam bukanlah segalanya. Tujuan Islam adalah terbentuknya komunitas keagamaan. Negara hanyalah sarana untuk terciptanya komunitaskeagamaan itu.

"Karena itu, kami selalu mendesakkan agar negara selalu bertindak benar. Terapkan Pancasila dengan baik,"kata dia.

Setelah Anda mulai bergerak melampaui informasi latar belakang dasar, Anda mulai menyadari bahwa ada lebih banyak
dari Anda mungkin memiliki pikiran pertama.

Din juga mengaku khawatir, mengemukanyapersoalan-persoalan agama yang meresahkan masyarakat belakangan ini, seperti NII, terorisme, dan kasus Ahmadiyah, dijadikan legitimasi bagi pemerintah untuk menerapkan Undang Undang Intelijen yang memungkinkan intelijen memasuki ranah agama secara berlebihan. Jika hal itu terjadi, makaakan sangat rawan terjadi pelanggaran hak asasi manusia, khususnya dalam beragama.

"Saya belum membaca RUU Intelijen. Tapi, tak tertutup kemungkinan kondisi sekarang ini dimanfaatkan untuk tujuan itu (menggolkan RUU Intelijen). Pemerintah harus tetap proporsional,"kata dia.

Persoalan seperti NII dan Ahmadiyah, ungkap Din, semestinya dapat diselesaikan pemerintah sejak dulu. Ada Kementerian Agama yang didalamnya terdapat bagian bimbingan masyarakat yang semestinya berfungsi membina. Namun, kenyataannya sampai saat ini tak ada langkah yang signifikan dalam pembinaan.  

 

 

 

 

Cukup mengetahui
untuk membuat padat, memotong informasi pilihan di atas faktor ketakutan. Jika Anda menerapkan apa yang baru saja belajar tentang
, Anda seharusnya tidak perlu khawatir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar